menulis sebagai terapi

Rabu, 08 November 2023

Perjalanan Puisi

Dokumentasi Instagram Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd.

Saya cerita sedikit tentang perjalanan puisi berjudul "Balon Berwarna" yang cukup unik. Sudah jauh-jauh hari saya berniat menulis puisi dalam perlombaan bertema "Ibu dan Guru" ini, tetapi saat itu ilham puisi tak kunjung mengguyur kepala. Pengerahan ide dan batin dengan pemaksaan pun tak kunjung tertuang, alhasil saya menutup laptop dan berlalu.

Berganti hari, sepulang dari luar kota saya kembali teringat perlombaan ini. Tanggal 6 November tepat di hari terakhir pengiriman puisi, sekitar pukul 8 atau 9 pagi, tebersit balon warna-warni. Tanpa pikir panjang saya bergegas membuka laptop dan proses pun berbeda, segalanya mengalir sebagaimana mestinya. Puisi pun berhasil terkirim.

Tanggal 8 November kemarin ternyata "Balon Berwarna" sampai ke tempat tujuan dengan bahagia. Hampir 2700 puisi yang diseleksi oleh Tim Juri dan "Balon Berwarna" termasuk 57 puisi yang menjadi bagian dari Antologi Puisi "Pelayan Ibu Pelayan Guru". Selebihnya, 10 terbaik. Silakan geser untuk menemukan abjad terakhir. Z 😆

Terima kasih Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek. Selamat Ulang Tahun, Ibu. Selamat atas Peluncuran Antologi Puisi ini. Terima kasih sudah memberikan kesempatan bagi guru-guru di Indonesia untuk terus berkarya.

Zain Rochmati Ningsih
Lulusan PPG Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2022
Universitas Negeri Malang


Kabar serupa di pranala berikuthttps://www.klikpendidikan.id/pendidikan/35810920615/10-nama-terbaik-lomba-cipta-puisi-tema-ibu-dan-guru-dapat-hadiah-langsung-oleh-dirjen-gtk-kemendikbud-ristek-nunuk-suryani-selamat-yah?page=2

Read More

Kamis, 17 Agustus 2023

Dirgahayu RI


Bulan Agustus menjadi bulan yang sarat makna bagi bangsa Indonesia. Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan. Momentum ini mengingatkan kita dengan perjuangan para pahlawan yang gigih merebut kemerdekaan dari cengkeraman penjajah.

Di bulan ini pula Merah Putih berkibar di seluruh penjuru negeri. Menggugah semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan masyarakat. Berbagai kegiatan peringatan seperti upacara bendera, lomba-lomba tradisional, dan berbagai acara budaya digelar untuk merayakan semangat kemerdekaan. 

Segala bentuk kemeriahan kemerdekaan juga dilengkapi dengan tulisan-tulisan ungkapan ulang tahun untuk Indonesia. Sayangnya, tulisan-tulisan tersebut masih banyak yang belum tepat. Contoh yang sering kita temukan yaitu penulisan HUT RI Ke-78, padahal penulisan yang tepat adalah HUT Ke-78 RI. Mengapa demikian? Karena Republik Indonesia hanya satu, yang berulang-ulang adalah hari ulang tahunnya. 

Contoh lain yang sering kita temukan yaitu Dirgahayu HUT Republik Indonesia, penulisan yang tepat adalah Dirgahayu Republik Indonesia. Kata "dirgahayu" itu kata sifat yang memiliki arti berumur panjang, yang mana biasa ditujukan untuk negara yang sedang memperingati hari ulang tahunnya.

Berikut penulisan yang tepat:
HUT Ke-78 RI
Selamat Hari Ulang Tahun Ke-78 RI
Peringatan Ulang Tahun Ke-78 RI
Ulang Tahun Ke-78 Republik Indonesia
Hari Ulang Tahun Ke-78 Republik Indonesia
Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia
Dirgahayu RI
Dirgahayu Republik Indonesia

Nah, tahun depan jangan sampai salah tulis ya. Bahasa Indonesia itu jati diri bangsa. Jadikanlah peringatan kemerdekaan sebagai momen untuk mengenang sejarah heroik bangsa dan sebagai panggilan untuk terus menjaga serta memajukan Indonesia demi masa depan yang lebih baik. Merdeka!


Tulungagung, 17 Agustus 2023

Read More

Jumat, 02 September 2022

Berlatih


Saya cerita sedikit tentang salah satu pengalaman melatih pembacaan puisi di Madrasah Ibtidaiyah setara jenjang Sekolah Dasar. Menjelang perlombaan bidang seni di tingkat Kabupaten, saya menggali potensi peserta didik yang pernah menjadi juara 1 perlombaan puisi di tingkat Kecamatan lebih dalam lagi. Saat berlatih membaca puisi bertema Ibu, pada bait yang mengandung kata "Ibu" anak tersebut selalu menangis lalu pembacaan puisi terhenti. Ketika sudah tenang, saya memintanya untuk membaca ulang tetapi pembacaan kembali terhenti. Berganti hari, hal yang sama pun terulang. 

Seandainya dalam pembacaan puisi dia meneteskan air mata sebagai ekspresinya dengan diimbangi kemampuan untuk menyelesaikan pembacaan hingga akhir, maka itu sah-sah saja. Tetapi yang terjadi adalah anak tersebut kesulitan menyelesaikan pembacaan puisi. Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan ini maka saya memberikan kesempatan kepadanya menceritakan apa yang membuatnya menangis guna memudahkan saya memahami dan memberikan solusi.

Setelah berdialog, ternyata anak tersebut berimajinasi bahwa tokoh Ibu yang digambarkan dalam puisi adalah Ibu kandungnya. Dia takut kehilangan Ibu sehingga setiap sampai pada bait tersebut, dia menangis dan tidak sanggup menyelesaikan pembacaan. Memang seringkali kita melihat bahwa pada diri anak-anak pergerakan imajinasi begitu bebas dan rasa yang disertakan sangat murni, sehingga apabila sebagai pendidik kurang peka dengan hal-hal semacam itu, emosi anak tidak akan berada pada sasaran yang tepat karena belum adanya kemampuan dalam mengontrol diri. 

Setelah mengetahui apa yang menyebabkannya bersikap demikian, maka saya memberikan arahan dengan cara memotivasi, memberikan cara pandang tentang puisi bahwa pembacaan puisi bukanlah fakta maupun realita kehidupan, tetapi hanya fiktif. Saya meyakinkan anak tersebut bahwa pembaca puisi layaknya pemain drama di atas panggung maupun selebriti dalam sinetron. Apapun peran yang didapatkannya harus diselesaikan dengan baik. 

Syukurlah bisa melihatnya percaya diri saat berdiri di atas panggung, dengan kualitas penghayatan yang menyihir penonton untuk ikut hanyut dalam puisi. Selain itu, anak tersebut meraih Juara 2 Baca Puisi Putra di tingkat Kabupaten 😉

Read More

Senin, 06 September 2021

Prasangka Baik


Meski dalam prosesmu kau sedang penuh peluh, coba lapanglah. Belajar lebarkan dadamu. Persiapkan untuk menerima hal-hal baik yang akan diberikan Tuhan suatu saat nanti seperti janjiNya. Tak perlu menunggu tetapi yakinlah sambil terus berusaha. Bisa jadi yang kelak akan kau tuai adalah pengalaman berharga yang tak dimiliki orang lain, penguatan karakter dirimu, keluarga yang menentramkan, anak-anak yang cerdas dan berbakti, rezeki yang datang tak terduga, pertolongan yang datang tiba-tiba, atau mungkin berupa kejutan yang lain. Bahkan, bisa jadi akan menjelma sebuah bekal indah saat pulang. Entah. Sebab prasangka baik harus tetap terlibat dalam proses menanam apapun itu.


Tulungagung,
6.9.2021

Read More

Sabtu, 15 Februari 2020

Sebuah Pilihan

Kata Albert Camus: 
"kota-kota tumbuh, berkembang, kemudian sirna;
orang-orang datang, saling mencintai atau saling membenci, lalu meninggal."

Memang benar. Selalu ada pilihan dalam kehidupan yang kita jalani ini. Maka dalam pilihanku menjalani hidup, aku memilih mencintai orang-orang yang datang dalam hidupku daripada memilih untuk membenci. Meskipun aku tahu akan selalu ada kemungkinan terburuk dalam mencintai, tetapi semoga senantiasa diberikan keteguhan dalam menerima segala takdir. Teguh dalam penerimaan membuat hati tidak mudah untuk membenci. Betapa Yang Maha Cinta mengetahui apa saja yang tersembunyi di kedalaman.

Aku percaya bahwa segala sesuatu yang terniati baik, dilaksanakan dengan tulus dan baik, meskipun terkadang dalam kenyataannya terbalik, aku yakin sentuhan Yang Maha Cinta akan segera mengobati. Bukankah yang menanam akan menuai? 

Aku akan terus belajar berusaha menanam hal-hal baik, menumbuhkan kasih, merawat sayang, mengembangkan maaf, serta berbagi kelembutan semampuku. Seperti namaku. Seperti doa orang tuaku. 
Read More

Minggu, 01 Desember 2019

Menenun Rinai Hujan

 


Antologi Menenun Rinai Hujan terbit pada tahun 2019. Antologi ini merupakan program dari Gerakan Menulis Buku Indonesia, Impian Sebuku bersama Sastrawan Sapardi Djoko Damono. Seperti program antologi biasanya, karya yang termuat dalam antologi puisi ini adalah karya yang dinyatakan lolos pada tahap seleksi. Seingat saya setiap penulis hanya boleh mengirimkan satu puisi. Lebih dari 4000 puisi yang masuk untuk diseleksi, artinya sejumlah itulah peserta yang mengikuti program Impian Sebuku bersama Sapardi Djoko Damono. Karya-karya yang telah dinyatakan lolos tersebut kemudian dicetak dalam beberapa jilid.

DI TANGAN ANAK-ANAK

Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang
tak takluk pada gelombang, menjelma burung yang jeritnya
membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak,
kata menjelma Kitab Suci.

"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."

---

Puisi karya Sapardi tersebut terdapat pada halaman 3, sedangkan puisi saya terdapat pada halaman 75. Saya menulis dengan tema kasih sayang yang tidak terlepas dari muatan budaya lokal sebagai berikut:

IKI PALEK

terciumkah wangi dupa yang mengerumuni ruang dalam honaiku?
terlihatkah kubangan darah yang melikat-likat di pekaranganku?
sore itu--
pada rintik pertama, saat didekapnya erat tubuh bapa yang lunglai di antara taburan kembang dan lagu-lagu duka yang khidmat.
kusaksikan air mata menyeruak deras membanjiri pelupuk matanya mengantarkan hingga ke pekuburan.

pada rintik kedua, saat matanya hanyalah mendung dan bunga kamboja
berguguran di tanah dengan pasrah. kujumpai lentik jemarinya meremas sehelai kain yang dijadikan kenangan.

sedang rintik ketiga, saat rindu membiru bersipongang dengan lincah memenuhi rongga dada. dengan memenjarakan tangis diambilnya dari dapur kapak batu peninggalan leluhur,
yang tumpulnya mahir mengiris jemari.

katakan kepadaku. hingga rintik keberapa harus kuhitung kasih mama yang dalam. 


---

Itulah sedikit gambaran tentang antologi Menenun Rinai Hujan. Selamat membaca. 
Read More

Sabtu, 22 Desember 2018

Mencipta Jejak

menyusuri jalan panjang di kotamu/

langkah demi langkah//
mencipta jejakku sendiri sebelum pulang/
untuk memandumu/
menujuku/
suatu waktu//


yogyakarta,
22 desember 2018
Read More

Sabtu, 17 November 2018

Karya Sastra sebagai Dokumentasi Kearifan Budaya Lokal


Karya sastra bisa saja dipandang sebagai pantulan budaya apabila karya sastra tersebut mengandung muatan-muatan kebudayaan yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Sebagaimana budaya merupakan kebiasaan sehari-hari yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat secara turun-temurun dan terbentuk dari berbagai unsur yang saling terkait satu sama lain seperti pengetahuan, adat-istiadat, tradisi, kepercayaan, gaya hidup, maupun tata aturan tertentu.


Novel Genduk menjadi satu dari sekian karya sastra fiksi yang berhasil mengantarkan nilai-nilai kearifan budaya lokal kepada pembaca. Dengan kata lain, karya sastra fiksi yang memuat tema kearifan budaya lokal suatu kelompok masyarakat akan mengenalkan pengetahuan tentang kearifan budaya lokal tersebut kepada kelompok masyarakat lain. Dalam hal ini, pengarang yang telah membawa misi etnis dalam lembar demi lembar karyanya memiliki sumbangsih pada upaya menjaga kelestarian budaya lokal yang menjadi identitas bangsa Indonesia.

Karya sastra fiksi berupa novel berjudul Genduk inilah bentuk dokumentasi kearifan budaya lokal masyarakat Jawa, dikemas oleh Sundari Mardjuki dengan bahasa dan jalan cerita yang asik. Novel bergenre drama dengan setting tahun 1970-an ini dimulai dari kemunculan tokoh gadis berumur sebelas tahun yakni Anisa Nooraini. Gadis yang kerap disapa Genduk tinggal bersama ibunya bernama Sutrisni di desa Ringinsari, desa yang berada di puncak gunung Sindoro Temanggung. Diceritakan dalam novel bahwa tempat tinggal Genduk merupakan desa penghasil tembakau yang baik, secara garis besar konflik yang disuguhkan pengarang pun tak lepas dari kehidupan petani tembakau. Tak mudah bagi Sutrisni yang bekerja sebagai petani tembakau dalam membesarkan Genduk seorang diri. Apalagi perekonomian mereka surut karena ulah gaok tembakau bernama Kaduk. Bahkan tak hanya keluarga Sutrisni yang dirugikan tengkulak Kaduk itu, hampir semua petani tembakau di desa Ringinsari telah dirugikan. Munculnya konflik lain tentang keingintahuan Genduk mencari siapa dan di mana keberadaan ayahnya yang tak pernah ia lihat sejak lahir juga berhasil membuat perasaan pembaca campur-aduk. Tak ternyana, kedua konflik yang bertentangan itu pun pada akhirnya berujung pada kebahagiaan Genduk, Sutrisni, serta para petani tembakau desa Ringinsari. Sungguh, pengarang begitu lihai memainkan alur hingga saya secara pribadi tak sanggup untuk menebak seperti apa cerita ini bermuara.

Sundari Mardjuki mendokumentasikan kearifan budaya lokal masyarakat Jawa melalui novel Genduk. Berikut beberapa kutipan yang mengandung nilai-nilai kearifan budaya lokal masyarakat Jawa:
“Aku berjalan di tengah tegalan yang luas. Sunyi. Tegalan semakin menanjak. Aku seperti berada di persimpangan antara tegalan petani dan hutan Gunung Sindoro. Langkah kakiku terhenti oleh sebuah suara. Tidak jelas. Seperti bisikan. Seperti suara laki-laki. Aku bergerak untuk melangkah lagi. Suara itu terdengar lagi. Eling lan waspada. Itu suara yang kutangkap. Menggema di tengah sepinya ladang dan semak belukar. Eling lan waspada?” (Mardjuki, 2016:73)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa tokoh Genduk berpedoman pada ungkapan pepatah Jawa “eling lan waspada” yang berarti memiliki keyakinan untuk senantiasa mengingat Tuhan dan bersikap waspada dalam segala hal akan membawa pada jalan keselamatan dan kebaikan. Selain ungkapan pepatah yang dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan, masyarakat Jawa juga berpedoman pada lagu-lagu Jawa. Lagu-lagu Jawa tersebut merupakan warisan budaya leluhur yang mengandung nilai-nilai religi tentang betapa pentingnya mengingat tujuan hidup. Dengan menyanyikan dan memahami maksud dari lagu-lagu Jawa seseorang akan mengingat tujuan ia diciptakan dan diturunkan di bumi:
“Kaji Bawon pun menembangkan Dhandhanggula. Kawruhana sejatining urip. Urip ana jroning alam donya. Bebasane mampir ngombe. Umpama manuk mabur. Lunga saka kurungan neki. Pundi pencokan benjang. Ojo kongsi kaleru. Umpama lunga sesanja. Najan-sinanjan ora wurung bakal mulih. Mulih mula mulanya.” (Mardjuki, 2016:149)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Kaji Bawon memberikan pemahaman kepada Genduk tentang sejatinya manusia diciptakan ke bumi dengan menembangkan dhandhanggula yang dapat diartikan bahwa dalam kehidupan di dunia ini ibarat hanya mampir untuk mencari minum. Seperti burung yang terbang pergi dari sarang kita harus berhati-hati agar tidak sampai kesasar. Seperti orang yang bepergian, bertamu kemanapun akhirnya juga akan pulang kembali ke asal muasalnya. Melalui tembang tersebut dapat diketahui bahwa manusia diciptakan Tuhan ke bumi untuk menjalankan kewajiban beribadah kepada-Nya. Manusia harus mengetahui tujuan dan menjalankan tugas itu. Karena akan seperti apapun kehidupan manusia, jika tiba waktunya, manusia tersebut pasti kembali kepada Tuhan.

Selain kaya dengan dokumentasi budaya, novel Genduk memiliki ciri khas dari sisi bahasa yakni cerita yang disampaikan menggunakan bahasa yang mengesankan. Memang terdapat banyak kosa kata bahasa Jawa dalam novel, tetapi Sundari Mardjuki tak lupa menyematkan glosarium. Novel yang menarik. 


Judul : Genduk 
Pengarang       : Sundari Mardjuki
Penerbit : Gramedia 
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit    : 2016
Kode ISBN     : 978-602-03-3219-2
Jumlah Halaman  : 232
Read More

Minggu, 14 Oktober 2018

Surat untuk Calon Imamku

 

Yth.
Calon Imamku
di-

   Bumi.

Mas, apa kabar?
Dalam kesemogaan kuharap kau senantiasa baik.

Pagi ini aku duduk santai menatap layar komputer dengan memakai kacamata anti radiasi. Aku belum mandi, rambutku terurai, dan aku memakai kaos berwarna abu-abu. Sepuluh jemariku sedang berdansa di atas keyboard. Selain mouse, ada setoples keripik gethuk dan susu kesukaanku dalam cangkir warna hitam di atas meja. Aku merasa hangat meski di luar hujan turun lebat. Guntur bergemuruh sesekali, menambah syahdu suasana hati.

Sebenarnya aku tidak bisa memastikan kelak kau akan membaca surat ini atau tidak. Menemukan atau tidak. Tetapi yang kuyakini jika kau mengganggapku sebagai seseorang yang penting dalam hidupmu, kau pasti akan mencari segala sesuatu tentangku dari berbagai penjuru. Mungkin juga kau akan mengetik namaku di internet lalu mesin telusur mengarahkanmu ke sini.

Begini. Surat ini kutujukan untuk Calon Imamku, yang mana berarti tertuju untuk seseorang yang akan menjadi, bukan untuk seseorang yang sudah menjadi. Mungkin saat ini kau sedang tertarik, suka, atau malah sudah cinta padaku. Oleh sebab itu biarkan aku memberitahumu sesuatu. Sampai di sini, aku tidak bermaksud untuk membuatmu meragukanku, tetapi aku bermaksud untuk memberimu ruang.

Surat ini pendek, mungil, mini sepertiku. Kuharap kau membacanya dengan hati dan teliti. 

Aku perempuan yang keras kepala, bukan keras hati. Kuharap kau bisa membedakan. Keras kepalaku lantaran prinsip-prinsip yang kuyakini. Tidak terlepas dari didikan keluarga, lingkungan, serta pengetahuan dan pengalaman yang membentuk diriku. Aku seorang perempuan pembelajar. Gemar belajar. Belajar apapun itu, termasuk belajar tentang diri sendiri.

Berkat kasih sayang Tuhan, aku diizinkan menjadi perempuan yang cukup menghargai proses. Bagiku salah itu manusiawi, tetapi jika aku melakukan kesalahan, aku harus belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Bagiku bodoh itu manusiawi, tetapi jika aku tidak menguasai suatu hal, aku akan belajar untuk mempelajari suatu hal itu semampu diri. 

Mungkin yang tak mengenalku mengira perempuan selfish. Faktanya aku hanya self-love. Kuharap kau juga bisa membedakan. Dalam beberapa hal, aku harus mengetahui detail sudut pandangmu sebelum menyatakan setuju lalu mengikuti. Keterbukaan adalah kunci menjalin hubungan denganku, jangan setengah-setengah. Jika kau mengajukan sesuatu dan aku meminta penjelasan yang mendasari itu, jangan dulu tersinggung atau merasa bahwa aku menentang. Semoga kau laki-laki yang bijaksana. Pun jika kelak aku berbuat salah, aku mampu menyatakan salah dan meminta maaf padamu. Selebihnya, kau bisa membaca kembali paragraf sebelum ini. 

Karena pernikahan merupakan penyatuan dua manusia dalam perjalanan ibadah yang terpanjang, mustahil kita hanya bertahan dengan perasaan dan pemikiran sendiri. Maka sebelum memutuskan menikah denganku, renungkan. Apakah sekiranya kau sanggup menjalani hidup bersama perempuan yang akan memberikan pendapatnya tentang dirimu juga perempuan yang akan meminta pendapatmu tentang dirinya? Apakah kau bersedia jika kelak perempuan ini akan mengajakmu mengevaluasi diri bersama-sama? Apakah kau laki-laki yang tidak keberatan menerima perempuan yang akan mengajakmu untuk belajar membaik bersama? Dengan riang lapang kukatakan, tentu kau pun bisa mengajakku demikian. 

Betapa menyenangkan pernikahan, membangun rumah tangga atas dasar kesinambungan cinta dan pengetahuan. Segala bentuk penerimaan dan kesadaran untuk terus belajar menjadi manusia yang lebih baik menjelma pondasi kokoh. Lalu anak-anak lahir serta tumbuh dengan cinta kasih. Dari mata mereka yang jernih, akan melihat bagaimana Mama Papa tak pernah alpa membangun diri dan teladan. Tentu harus kusiapkan sekarang, juga kau. 

Semoga aku segera menggamit lengan kirimu dengan damai.

Dariku,
Yang kau cari.
Read More

Jumat, 17 Agustus 2018

bertamasya dalam catatan 8

 

keanekaragaman itu indah. seperti laut. pada bibir pantainya yang elok akan kau dapati perahu-perahu berjajar, ombak berdebur, angin berdesir, nyiur-nyiur melambai, bentangan langit biru dan arakan awan putih, serta kersik pasir yang sebagian basah dan kering. Indonesia juga begitu.

 

daerah perbatasan,

17/8/2018

 

Read More

Rabu, 13 September 2017

bertamasya dalam catatan 7

 

aku memiliki banyak cara untuk menunggumu, salah satunya meracik secangkir teh di pagi hari. apa kau ingat jumlah hari yang telah kau bawa pergi? sejumlah itulah teh yang berhasil kuracik sendiri. orang bilang, akulah peracik teh handal itu. sebutan yang membuatku geli. kau tahu mengapa? karena orang hanya melihat jumlah teh yang kuracik berdasarkan jutaan detik yang kulewati. sedangkan perihal rasa mereka tak tahu. hanya kau yang boleh tahu. pun hanya kau yang pantas menilai sebutan itu cocok atau tidak untukku. jadi jika kelak kau pulang, kusajikan padamu racikan teh yang paling akhir. sebab di sanalah terkabul segala pengharapan tentang kepulanganmu.


surabaya,

13/9/2017

Read More

Rabu, 02 Agustus 2017

bertamasya dalam catatan 6

 

menemukan suatu jalan di kota ini jauh lebih sulit daripada menuju hatimu. sungguh. untuk menemukan suatu jalan di kota ini aku membutuhkan kamu, peta, dan arah mata angin. sedangkan untuk sampai ke hatimu itu hanyalah keinginan. padahal, kota ini tak lebih besar daripada hatimu. tak lebih luas daripada hatimu. sedangkan jalan untuk menuju hatimu itu sangatlah beranekaragam dan pelik. aku harus melewati terowongan angker tempat masa lalumu terkubur, melompati kubangan luka-luka yang kau miliki, menyusuri hutan rimba, rawa-rawa, lembah bebukit, gurun pasir, juga bertahan terhadap segala cuaca yang menerpa. tetapi, aku sanggup menuju hatimu. sendiri. hanya berbekal keinginan.


surabaya,

2/8/2017

Read More

Selasa, 08 Maret 2016

bertamasya dalam catatan 5

 

seusai isbat, katamu
akan kau tanam beragam bunga
pada kepalaku yang kerontang
agar kelak ketika kau berkunjung tiap pagi dan sore
tak kutanyai lagi;
ada apa?

surabaya,
8/3/2016

Read More

Sabtu, 09 Mei 2015

Kamis, 12 Maret 2015

Sajak Mendayu

Sebenarnya ada banyak puisi yang terhimpun dalam antologi Sajak Mendayu tahun 2015, mengingat antologi ini adalah kumpulan puisi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya angkatan 2014 yang mengambil matakuliah Apresiasi Puisi. Beberapa puisi saya juga ada dalam antologi ini, tetapi saya ingin menampilkan satu puisi saja yang paling mirip dengan judul antologi yang tertera pada sampul. Mendayu.


PURNAMA

di samping gardu penjual es batu malam itu 
saat segalanya berjalan sederhana
saat celetukku lepas, apa kau tahu bagaimana caranya memeluk rembulan?

lalu kau menjawab tanya, mengapa harus memeluk jika memandangnya saja sudah begitu indah?

luruh
runtuh
jatuh segalaku


Read More

Minggu, 01 Februari 2015

Bebas Melata Meraih Sayang

Sedikit cerita di balik kenangan antologi ini. Pertemuan saya dengan Bunda Rohani Din Sastrawan Singapura bermula saat saya berada di semester 2. Berawal dari kuliah tamu yang diadakan oleh pihak fakultas yang mengundang beliau untuk menjadi pembicara sebuah seminar. Sesudah acara berlangsung, saya memberanikan diri untuk berkenalan dengan beliau. Entah apa yang merasuki saya hingga berani untuk mendekat seorang diri, di saat yang lain tidak bersikap seperti itu. Ternyata beliau sangat asik dan keibuan. Subhanallah :)

Hubungan tersebut terus berlangsung hingga suatu waktu beliau mengajak saya untuk mengirim puisi yang pernah saya tulis. Tidak hanya saya, penyair lain dari Singapura dan Malaysia juga turut andil dalam antologi ini. Terdiri dari 21 penyair, 15 di antaranya dari Indonesia, 4 dari Singapura, dan 2 dari Malaysia. Saat itu saya belum mengenal siapa saja penyair yang namanya tercantum dalam antologi selain Bunda Rohani Din.

Saya bertemu dengan beliau lagi saat saya menghadiri acara Arus Sungai Sastra Magelang di gunung Tidar yang dilaksanakan pada akhir Februari - awal Maret 2015. Saya mendapat kabar bahwa kebetulan beliau juga akan menghadiri acara tersebut. Saya berangkat dari Surabaya ke Magelang dengan menaiki bus, mengajak 2 teman sekelas yang ingin ikut dan memiliki rasa penasaran yang sama dengan saya.

Sepulang kuliah, kami bertiga berangkat dan setibanya di terminal Magelang kami di jemput oleh kawan-kawan yang lain. Saya pun bertemu dengan para pegiat sastra dari berbagai daerah dan berbagai negara, terutama Bunda Rohani Din.

Antologi puisi dengan warna sampul yang melambangkan romantisme, lengkap dengan gambar bunga mawar yang menandakan betapa puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi ini memiliki nilai-nilai cinta dan kasih sayang kawan-kawan serumpun Melayu.



MAWAR MERAH MARUN

aku menerka bagaimana hatimu 
saat setangkai mawar merah marun
kau berikan di penghujung senja 
menyapa mega-megaku di langit

dengan bibir mengatup
seusai bunga berbahasa
kudesiskan doa di telingamu;
semoga tak sekadar merayu

Itulah satu dari beberapa puisi saya yang termuat dalam antologi ini dan sepotong kenangan yang bernaung di dalamnya.
Read More

Selasa, 18 November 2014

bertamasya dalam catatan 3

 

kata para pecinta, di dunia ini Tuhan
menciptakan tiga butir purnama.
aku melihat yang sebutir menggantung di langit malam,
sedangkan sisanya entah di mana.
mungkinkah dua butir bulatan sempurna yang bersinar di matamu itu?


tulungagung

18/11/2014

Read More

Selasa, 01 April 2014

Puisi Menolak Korupsi 3

Antologi Puisi Menolak Korupsi 3 Pelajar Indonesia Menggugat!

Diterbitkan oleh Penerbit Forum Sastra Surakarta pada April 2014, saat saya masih duduk di bangku XII SMK. Saya menjadi satu dari sekian pelajar SD/SMP/SMA sederajat di Indonesia yang karya puisinya termuat dalam antologi ini. Betapa bungah saya pada masa itu, apalagi antologi puisi ini adalah antologi puisi pertama yang saya miliki. 

Saya mengirim puisi untuk bergabung dalam Antologi Puisi Menolak Korupsi 3 Pelajar Indonesia Menggugat, atas rekomendasi budayawan A. Rego Ilalang, pemilik Sanggar Rumah Ilalang Nganjuk. Saya mengenal beliau saat penyair Mahendra PW asal Jombang mengenalkan saya melalui Facebook di tahun 2014. Pertama kali saya bertemu saat beliau hadir di acara Peluncuran Buku Girindra karya Siwi Sang. Kebetulan saya diundang sebagai pembaca puisi, karena beberapa hari sebelum peluncuran buku Girindra saya memenangkan perlombaan baca puisi tingkat kabupaten Tulungagung. 

Saya pernah berkunjung ke Sanggar Rumah Ilalang di Nganjuk untuk mengambil antologi Puisi Menolak Korupsi 3 ini. Antologi puisi ini juga menjadi salah satu dari sekian prestasi yang dapat saya sodorkan ketika Dosen Universitas Negeri Surabaya bertanya, "Anda punya prestasi apa?" pada saat pelaksanaan wawancara penerimaan mahasiswa baru. Hehe...


Pelajar Indonesia Menggugat!
Begitulah kalimat teratas yang tertera pada sampul. Awalan yang cukup sadis menampar perilaku para koruptor sebenarnya, jika para koruptor itu peka. Tetapi, apakah mungkin? Hehe...
Pelajar yang selama ini dianggap sebagai anak-anak yang tidak mengetahui apa-apa selain pelajaran di sekolah, justru melahirkan karya-karya yang tidak semua orang dewasa mampu untuk menuliskannya. Mereka mampu menentang perilaku dan tindakan korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang dianggap oleh mereka lebih dewasa, lebih pintar, dan lebih mumpuni menjaga kesejahteraan negeri ini. Bayangkan, ditentang pelajar! Malu gak tuh?

Berlanjut ke bagian tengah. Tamparan-tamparan yang mengarah kepada para koruptor itu rupanya semakin keras. Larik demi larik. Lembar demi lembar. Gagasan-gagasan pelajar Indonesia tentang penolakan tindakan korupsi yang merugikan negeri tercinta ini ditulis oleh mereka dengan gaya bahasa puitik yang khas dan memiliki maknanya sendiri-sendiri.

Entah dari mana kekuatan inspirasi yang para pelajar itu dapatkan. Mungkin berita koran, siaran radio, atau tayangan di televisi. Inspirasi memang bisa tumbuh dari mana saja, tetapi kejernihan nurani haruslah dipupuk sedini mungkin. 

Terakhir, sekadar catatan. Terdapat dua puisi saya yang termuat dalam Antologi Puisi Menolak Korupsi 3 Pelajar Indonesia Menggugat!
Semoga menjadi pengingat bagi diri saya, pun pembaca. Bahwa dilihat dari sisi manapun, korupsi tetaplah tindakan nirnalar yang tidak patut dilestarikan. Apalagi diwariskan kepada anak, cucu, dan cicit kita di masa mendatang.
Read More

Selasa, 17 September 2013

bertamasya dalam catatan 2

 

belum ada kawan datang
sendiri dalam ruang
di antara bangku dan kursi
yang tak tertata rapi


kelas

17/9/2013
06:23

Read More

Sabtu, 07 September 2013

bertamasya dalam catatan 1

 

ingin sekali melempari bintang-bintang di langit
dengan belasan kerikil kecil dalam genggaman
sayang ada gravitasi


tulungagung

7/9/2013

Read More