menulis sebagai terapi

Jumat, 02 September 2022

Berlatih


Saya cerita sedikit tentang salah satu pengalaman melatih pembacaan puisi di Madrasah Ibtidaiyah setara jenjang Sekolah Dasar. Menjelang perlombaan bidang seni di tingkat Kabupaten, saya menggali potensi peserta didik yang pernah menjadi juara 1 perlombaan puisi di tingkat Kecamatan lebih dalam lagi. Saat berlatih membaca puisi bertema Ibu, pada bait yang mengandung kata "Ibu" anak tersebut selalu menangis lalu pembacaan puisi terhenti. Ketika sudah tenang, saya memintanya untuk membaca ulang tetapi pembacaan kembali terhenti. Berganti hari, hal yang sama pun terulang. 

Seandainya dalam pembacaan puisi dia meneteskan air mata sebagai ekspresinya dengan diimbangi kemampuan untuk menyelesaikan pembacaan hingga akhir, maka itu sah-sah saja. Tetapi yang terjadi adalah anak tersebut kesulitan menyelesaikan pembacaan puisi. Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan ini maka saya memberikan kesempatan kepadanya menceritakan apa yang membuatnya menangis guna memudahkan saya memahami dan memberikan solusi.

Setelah berdialog, ternyata anak tersebut berimajinasi bahwa tokoh Ibu yang digambarkan dalam puisi adalah Ibu kandungnya. Dia takut kehilangan Ibu sehingga setiap sampai pada bait tersebut, dia menangis dan tidak sanggup menyelesaikan pembacaan. Memang seringkali kita melihat bahwa pada diri anak-anak pergerakan imajinasi begitu bebas dan rasa yang disertakan sangat murni, sehingga apabila sebagai pendidik kurang peka dengan hal-hal semacam itu, emosi anak tidak akan berada pada sasaran yang tepat karena belum adanya kemampuan dalam mengontrol diri. 

Setelah mengetahui apa yang menyebabkannya bersikap demikian, maka saya memberikan arahan dengan cara memotivasi, memberikan cara pandang tentang puisi bahwa pembacaan puisi bukanlah fakta maupun realita kehidupan, tetapi hanya fiktif. Saya meyakinkan anak tersebut bahwa pembaca puisi layaknya pemain drama di atas panggung maupun selebriti dalam sinetron. Apapun peran yang didapatkannya harus diselesaikan dengan baik. 

Syukurlah bisa melihatnya percaya diri saat berdiri di atas panggung, dengan kualitas penghayatan yang menyihir penonton untuk ikut hanyut dalam puisi. Selain itu, anak tersebut meraih Juara 2 Baca Puisi Putra di tingkat Kabupaten 😉

0 comments:

Posting Komentar