menulis sebagai terapi

Minggu, 01 Desember 2019

Menenun Rinai Hujan

 


Antologi Menenun Rinai Hujan terbit pada tahun 2019. Antologi ini merupakan program dari Gerakan Menulis Buku Indonesia, Impian Sebuku bersama Sastrawan Sapardi Djoko Damono. Seperti program antologi biasanya, karya yang termuat dalam antologi puisi ini adalah karya yang dinyatakan lolos pada tahap seleksi. Seingat saya setiap penulis hanya boleh mengirimkan satu puisi. Lebih dari 4000 puisi yang masuk untuk diseleksi, artinya sejumlah itulah peserta yang mengikuti program Impian Sebuku bersama Sapardi Djoko Damono. Karya-karya yang telah dinyatakan lolos tersebut kemudian dicetak dalam beberapa jilid.

DI TANGAN ANAK-ANAK

Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang
tak takluk pada gelombang, menjelma burung yang jeritnya
membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak,
kata menjelma Kitab Suci.

"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."

---

Puisi karya Sapardi tersebut terdapat pada halaman 3, sedangkan puisi saya terdapat pada halaman 75. Saya menulis dengan tema kasih sayang yang tidak terlepas dari muatan budaya lokal sebagai berikut:

IKI PALEK

terciumkah wangi dupa yang mengerumuni ruang dalam honaiku?
terlihatkah kubangan darah yang melikat-likat di pekaranganku?
sore itu--
pada rintik pertama, saat didekapnya erat tubuh bapa yang lunglai di antara taburan kembang dan lagu-lagu duka yang khidmat.
kusaksikan air mata menyeruak deras membanjiri pelupuk matanya mengantarkan hingga ke pekuburan.

pada rintik kedua, saat matanya hanyalah mendung dan bunga kamboja
berguguran di tanah dengan pasrah. kujumpai lentik jemarinya meremas sehelai kain yang dijadikan kenangan.

sedang rintik ketiga, saat rindu membiru bersipongang dengan lincah memenuhi rongga dada. dengan memenjarakan tangis diambilnya dari dapur kapak batu peninggalan leluhur,
yang tumpulnya mahir mengiris jemari.

katakan kepadaku. hingga rintik keberapa harus kuhitung kasih mama yang dalam. 


---

Itulah sedikit gambaran tentang antologi Menenun Rinai Hujan. Selamat membaca. 

0 comments:

Posting Komentar