menulis sebagai terapi

Sabtu, 09 Mei 2015

Kamis, 12 Maret 2015

Sajak Mendayu

Sebenarnya ada banyak puisi yang terhimpun dalam antologi Sajak Mendayu tahun 2015, mengingat antologi ini adalah kumpulan puisi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya angkatan 2014 yang mengambil matakuliah Apresiasi Puisi. Beberapa puisi saya juga ada dalam antologi ini, tetapi saya ingin menampilkan satu puisi saja yang paling mirip dengan judul antologi yang tertera pada sampul. Mendayu.


PURNAMA

di samping gardu penjual es batu malam itu 
saat segalanya berjalan sederhana
saat celetukku lepas, apa kau tahu bagaimana caranya memeluk rembulan?

lalu kau menjawab tanya, mengapa harus memeluk jika memandangnya saja sudah begitu indah?

luruh
runtuh
jatuh segalaku


Read More

Minggu, 01 Februari 2015

Bebas Melata Meraih Sayang

Sedikit cerita di balik kenangan antologi ini. Pertemuan saya dengan Bunda Rohani Din Sastrawan Singapura bermula saat saya berada di semester 2. Berawal dari kuliah tamu yang diadakan oleh pihak fakultas yang mengundang beliau untuk menjadi pembicara sebuah seminar. Sesudah acara berlangsung, saya memberanikan diri untuk berkenalan dengan beliau. Entah apa yang merasuki saya hingga berani untuk mendekat seorang diri, di saat yang lain tidak bersikap seperti itu. Ternyata beliau sangat asik dan keibuan. Subhanallah :)

Hubungan tersebut terus berlangsung hingga suatu waktu beliau mengajak saya untuk mengirim puisi yang pernah saya tulis. Tidak hanya saya, penyair lain dari Singapura dan Malaysia juga turut andil dalam antologi ini. Terdiri dari 21 penyair, 15 di antaranya dari Indonesia, 4 dari Singapura, dan 2 dari Malaysia. Saat itu saya belum mengenal siapa saja penyair yang namanya tercantum dalam antologi selain Bunda Rohani Din.

Saya bertemu dengan beliau lagi saat saya menghadiri acara Arus Sungai Sastra Magelang di gunung Tidar yang dilaksanakan pada akhir Februari - awal Maret 2015. Saya mendapat kabar bahwa kebetulan beliau juga akan menghadiri acara tersebut. Saya berangkat dari Surabaya ke Magelang dengan menaiki bus, mengajak 2 teman sekelas yang ingin ikut dan memiliki rasa penasaran yang sama dengan saya.

Sepulang kuliah, kami bertiga berangkat dan setibanya di terminal Magelang kami di jemput oleh kawan-kawan yang lain. Saya pun bertemu dengan para pegiat sastra dari berbagai daerah dan berbagai negara, terutama Bunda Rohani Din.

Antologi puisi dengan warna sampul yang melambangkan romantisme, lengkap dengan gambar bunga mawar yang menandakan betapa puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi ini memiliki nilai-nilai cinta dan kasih sayang kawan-kawan serumpun Melayu.



MAWAR MERAH MARUN

aku menerka bagaimana hatimu 
saat setangkai mawar merah marun
kau berikan di penghujung senja 
menyapa mega-megaku di langit

dengan bibir mengatup
seusai bunga berbahasa
kudesiskan doa di telingamu;
semoga tak sekadar merayu

Itulah satu dari beberapa puisi saya yang termuat dalam antologi ini dan sepotong kenangan yang bernaung di dalamnya.
Read More